sugeng rawuh ing blog kula

Kamis, 28 Oktober 2010

Kebudayaan Ludruk di Jawa Timur


SENI LUDRUK

Ludruk adalah salah satu jenis kebudayaan asli dari daerah yang ada di Jawa Timur. Ludruk merupakan pementasan seni drama yang bersifat tradisional yang dimainkan oleh kelompok kesenian diatas panggung. yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki Cerita dari sebuah pementasan ludruk berasal dari kehidupan masyarakat sehari-hari, cerita perjuangan, dan lain sebagainya yang disertai dengan lawakan para pemainnya. Pementasan drama ludruk juga diiringi dengan iringan musik gamelan. Ludruk pada awalnya muncul dari kesenian rakyat ‘besutan’, yang biasa dipentaskan di lapangan dan ditonton banyak orang.

Dialog yang digunakan dalam pementasan ludruk sangat menghibur sehingga membuat para penontonnya tertawa. Dialog yang digunakan dalam pementasan ludruk menggunakan bahasa khas dari Surabaya. Bahasa yang sederhana para pemain ludruk membuat mudah dimengerti para penontonnya.
Ludruk berbeda dengan ludruk dari Jawa Tengah. Cerita ludruk sering diambil dari kisah zaman dulu (sejarah maupun dongeng), dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk menceritakan cerita kehidupan sehari-hari (biasanya) masyarakat bawah.
Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Sejarah kesenian Ludruk

Kesenian drama tradisional ludruk Surabaya mulai terbentuk dari sebuah kesenian ngamen di jalanan. Kesenian ngamen ini berisi syair-syair dan pikulan music sederhana. Seseorang yang memulai terbentuknya kesenian ludruk ini bernama pak Santik. Pak Santik berteman dengan pak Pono dan pak Amir. Mereka mengamen berkeliling dari desa satu ke desa yang lainnya.
Pak Pono menggunakan pakaian wanita dan wajahnya dihiasi dengan coret coretan sehingga terlihat lucu. Pada saat itulah penunton mengucapkan kata “Wong Lorek”, karena variasi dalam menggunakan bahasa jawa akhirnya kata “Lorek” lambat laun berubah menjadi kata “Lerok”.

 Kesenian Rakyat
Karena keberadaannya yang lahir dari rahim kebudayaan rakyat jelata, Ludruk jelas lebih merakyat daripada seni tradisional (Jawa) lain, terutama yang berasal dari kalangan Keraton. Dengan bahasa daerah sederhana dan egaliter, sindiran dan kritik-kritik tajam, serta pemilihan cerita yang tidak terbatas, Ludruk memiliki kekuatan komunikasi yang sangat besar terhadap masyarakat. Kekuatan ini sejak lama disadari berbagai pihak, yang tentu saja bisa berarti positif maupun negatif bagi seni Ludruk itu sendiri.
Ludruk bisa digolongkan sebagai media seni daerah yang realis. Sebagaimana dikemukakan George Lukacs—penganut dan pemikir seni-seni realis—persoalan utama dalam seni adalah relasi antara seni dan realitas sehari-hari. Seni adalah karya yang memiliki daya transformasi, yakni untuk mengubah kesadaran manusia. Seni akan menggerakkan orang kalau ia benar-benar indah. Keindahan baru akan tampak kalau seni secara jujur menampilkan kebenaran. Sementara kebenaran, dalam realitas sosial, adalah kenyataan adanya penderitaan, keterasingan, dan kecacatan manusia (dalam Ibe Karyanto, 1997:97).
Apa yang dikemukakan George Lukacs barangkali tidak secara langsung bisa digunakan untuk mengamati seni Ludruk Jawa Timur. Akan tetapi, dengan menilik perjalanan sejarah atau perkembangan Ludruk pada tiap-tiap periode, minimal bisa ditarik satu benang merah bahwa teater rakyat ini memang berpihak pada realitas sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat, terutama kaum marjinal atau rakyat jelata. Di sini kita bisa melihat kontribusi atau peran yang pernah dimainkan Seni Ludruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar